Penerapan teknologi 5G di Indonesia tidak hanya terbatas untuk kalangan pengguna umum tapi juga industri. Penggunaan 5G private network tidak hanya bisa mempercepat transformasi digital di industri dan bisnis tapi juga potensi cuan yang besar.
Country Director Qualcomm Indonesia Shannedy Ong mengatakan Indonesia merupakan pasar dengan nilai potensi 5G tertinggi di Asia Tenggara, dengan nilai lebih dari USD 1 miliar pada 2025.
"Untuk B2C, untuk consumer saja sudah hampir USD 500 juta dan untuk B2B enterprise sudah hampir USD 500 juta. Jadi di-combine consumer dan enterprise ini sudah hampir USD 1 billion revenue potential di tahun 2025," kata Shannedy dalam webinar Qualcomm, Selasa (7/6/2022).
"Jadi ini signifikan sekali revenue potential-nya baik untuk industri atau dari sisi services untuk operator," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Telekomunikasi di Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Aju Widya Sari mengatakan ada lima sektor yang menjadi fokus pengembangan 5G private network di Indonesia yaitu residensial, kawasan industri dan pabrik dengan automasi, pertambangan, kesehatan, dan pariwisata.
Dari lima sektor tersebut ada 13 lokasi yang menjadi prioritas Kementerian Komunikasi dan Informatika antara lain pengembangan mobile broadband di kota-kota besar, lima destinasi wisata, wilayah ibu kota negara (IKN) baru, dan kawasan industri.
"Jadi kami saat ini terus mendorong antara kawasan industri dengan penyelenggara telekomunikasi untuk mewujudkan itu," kata Aju.
Untuk kebutuhan industri, teknologi 5G membawa beberapa keunggulan seperti latensi yang rendah, kapasitas dan kecepatan yang tinggi, dan komunikasi machine-to-machine. Menurut Shannedy ini merupakan keunggulan 5G dibandingkan dengan jaringan nirkabel lainnya seperti Wi-Fi.
Shannedy mencontohkan bagaimana pabrik menggunakan lengan robot dalam proses manufaktur atau mobil dan truk otonom di kawasan pertambangan. Tanpa jaringan dengan latensi rendah seperti 5G, Shannedy mengatakan kinerja teknologi seperti ini tidak akan optimal.
"Autonomous car atau autonomous truck itu juga membutuhkan latensi yang sangat rendah sekali supaya tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya," jelas Shannedy.
"Memang wireless techonolgy banyak bisa Bluetooth, Wi-Fi, LoRa, dan sebagainya tapi khusus untuk low latency ini 5G teknologi yang sangat tepat untuk menjembatani teknologi ini," imbuhnya.
Tapi dengan janji teknologi canggih dan potensi cuan yang besar, penerapan 5G, terutama 5G private network, di Indonesia masih dibayangi beragam tantangan besar. Selain ketersediaan spektrum, menurut VP Network Architecture and Design Telkomsel Marfani pihak operator juga kesulitan meyakinkan calon perusahaan mitra sendiri.
"Tantangannya sinkronisasi kita dengan calon user sendiri. Karena investasi untuk 5G ini tentu bukan investasi yang short term ini akan cukup membutuhkan pemikiran jangka panjang," kata Marfani dalam kesempatan yang sana.
"Apakah ada perusahaan yang berpandangan jauh di Indonesia. Jadi kita perlu dorong bersama, sehingga benefit-nya tidak hanya dinikmati oleh kami di operator tapi tentunya sebagai servis kami buat teman-teman di industri," pungkasnya.